Max Hayden dan dua teman SMA yang ia pekerjakan untuk membantunya menjalankan bisnis. |
timurpost.id - Pandemi COVID-19 memaksakan semua orang untuk beraktivitas di rumah saja, beberapa pengusaha akan melihat peluang tersebut untuk mencari tahu permintaan produk seperti apa yang populer bagi mereka yang dirumahkan.
Permintaan tersebut tentunya membantu pengusaha memperoleh keuntungan selama pandemi, seperti Amazon dan Walmart. Hal tersebutlah yang juga dilakukan siswa menengah atas (SMA) dari Hopewell, New Jersey, yang bernama Max Hayden.
Hayden tengah mencari kesibukan dan pekerjaan sampingan dengan menjual kembali barang-barangnya di Amazon dan pasar digital lainnya sejak 2020. Strategi yang ia lakukan adalah menargetkan konsumen berdasarkan minat agar sesuai dengan barang yang ia jual.
Barang-barang yang dijual adalah kolam renang untuk musim panas hingga penghangat ruangan untuk musim gugur. “Barang yang dijual bukanlah barang yang menjadi kebutuhan selama pandemi,” ujar Hayden.
Saat ini, secara keseluruhan ia sudah berhasil menjual produk lebih dari 1,7 juta dolar AS (Rp24,6 M) di Amazon Marketplace sejak 2020. Akumulasi yang dilakukan diambil dari penjualannya di berbagai pasar digital seperti Facebook, Craigslist, dan Marketplace.
Setelah memperhitungan biaya pengiriman dan harga awal dari produk yang dibeli, Hayden menjawab kepada CNBC Make It (28//7/2021) bahwa keuntungan bersih yang ia dapatkan tahun ini mencapai 110 ribu dolar AS (Rp1,59 M).
Pada September 2020 lalu, langkah awal mewujudkan bisnisnya adalah mendaftarkan bisnisnya secara resmi sebagai Limited Liability Corporation (LLC)⎼bisa disebut MH Book Store. Hayden pun akhirnya resmi dianggap sebagai CEO muda, mengingat usianya yang baru menginjak 16 tahun.
“Saya beberapa kali mendapatkan teguran dari sekolah karena menjual fidget spinner, akhirnya saya beralih menjualnya secara daring,” papar Hayden.
Keberaniannya menjual barangnya ke pasar digital juga didukung oleh sang ibu, Jennifer Hayden. “Max selalu memiliki jiwa wirausaha, dia menyukai uang dan sangat kreatif. Saya pikir keduanya adalah hal yang membawanya sampai saat ini,” ujar Jennifer.
Bisnis reseller online yang dilakukan sudah dijalankan sejak 2019 sebelum di Amazon, dimulai dari menjual sepatu kets populer. Penjualan yang ia lakukan menghabiskan uang sebanyak 300 ribu dolar AS sebagai modal awal. Biaya tersebut ia ambil dari tabungannya sendiri.
Menurut Hayden, perbedaan antara dirinya dan penipuan online yang sedang marak di AS adalah ia tidak menjual apapun yang memiliki kebutuhan tinggi saat pandemi, seperti hand sanitizer, sarung tangan, dan kebutuhan kesehatan lainnya.
Seiring perkembangan bisnis di sepanjang 2020, Hayden akhirnya mempekerjakan dua temannya di sekolah dan dibayar 15 dolar AS per jam. Pekerjaan yang dilakukan adalah membuat pembukuan, pengemasan, dan melayani pesanan.
Setiap pagi Hayden harus meninjau pesanan dari konsumen. Kemudian, pada sore hari ia akan mengemas barang-barang tersebut untuk dikirimkan ke seluruh dunia. Stok dari barang yang dijual ditaruh di garasi milik orang tuanya, sebelum dijual kembali.
Mempelajari data penjualan barang di Amazon dan mencari informasi mengenai pengecer adalah hobi barunya semenjak menjalankan bisnis. Kemampuan dan riset kecil-kecilan yang ia lakukan sangat bermanfaat untuk keberlanjutan bisnisnya.
Melalui data dan informasi tersebutlah, Hayden dapat memahami dan mengetahui apa saja tren dan minat yang sedang populer di kalangan masyarakat.
Meskipun ia dapat menjalankan bisnis yang bisa dikatakan sukses, masih ada beberapa keluhan dari konsumen karena tidak bisa melakukan penawaran harga sesuai dengan harga eceran.
Hal itu dianggap wajar karena ia memahami situasi saat ini, ada banyak lika-liku yang terjadi di pasar. “Saya benar-benar hanya mengambil keuntungan dari pasar jika itu bisa mendorong peningkatan harga dan permintaan,” jawabnya.
Bisnis tersebut kian melejit. Namun, akhir Juni 2021 ini, pendapatan Hayden hanya mencapai 500 ribu dolar AS atau setara dengan Rp7,24 M saja. Sementara itu, keuntungan bersih yang didapatkan sekitar 300-400 ribu dolar AS.
Alasannya untuk tidak terlalu berfokus pada bisnisnya karena uang yang digunakan hanya bertujuan untuk menyeimbangkan pendidikan akademisnya saja
“Hampir tidak mungkin menyeimbangkan keduanya (sekolah dan bekerja). Saya memutuskan untuk menutup beberapa produk selama beberapa bulan dulu sampai musim panas,” jelas Hayden.
Ia merasa harus ada yang dikorbankan, entah itu pendidikan atau pekerjaan yang sedang dijalankan. Namun, kesadaran akan pentingnya pendidikan dibandingkan bekerja, membuatnya memilih keputusan untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar.
Keputusan tersebut membuat ibunya bangga. “Saya sangat bangga padanya dan akan kembali fokus untuk bersekolah,” ujar sang ibu. Setelah apa yang sudah ia kerjakan, Hayden masih harus mementingkan kebutuhan akademisnya sebagai anak berusia 16 tahun.
“Dari semuanya saya belajar banyak tentang menentukan prioritas, bahwa memiliki kehidupan sosial yang aktif adalah sebuah tantangan,” tutup Hayden.