Eceng Gondok |
timurpost.id - Eceng Gondok merupakan tanaman air yang saat ini menjadi musuh para nelayan di Danau Limboto. Tanaman air dengan nama latin Eichornia crassipes ini dikenal oleh nelayan setempat merupakan hama pengganggu.
Danau Limboto, merupakan danau terbesar di Provinsi Gorontalo. Bahkan, pada tahun 2017, tumbuhan tersebut pernah menutupi hampir sebagian luasan danau. Kondisi itulah yang membuat Danau Limboto masuk dalam 15 kawasan danau kritis Nasional.
Itulah mengapa, jika saat ini eceng gondok di Danau Limboto kerap dimusnahkan begitu saja. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) warga Gorontalo melihat eceng gondok hanya seperti tanaman yang tidak berguna.
"Tanaman eceng gondong sangat mengganggu, perahu kami tidak bisa melintas jika permukaan danau ditutupi tanaman ini," kata Ladiku.
"Jadi bagi kami, eceng gondok merupakan tanaman hama di Danau Limboto," tuturnya.
Menurutnya, selain mengganggu aktivitas nelayan, tanaman air yang satu ini sangat cepat tumbuh dan menyebar dengan cepat. Sehingga, ketika ada eceng gondok mati akan tenggelam ke dasar danau yang bisa menyebabkan pendangkalan.
"Perkembangan eceng gondok sangat cepat. Jadi saat tanaman itu akan mati, pasti dia tenggelam yang bisa menimbulkan pendangkalan danau," tuturnya.
"Pernah satu waktu eceng gondok menutupi seluruh permukaan danau. Saat ini kami nelayan setiap hari bahu-membahu membersihkannya," ungkapnya.
Hasil Penelitian
Namun lain halnya dengan yang dikatakan Yuzda Salimi, Dosen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo [UNG]. Dirinya pernah membuktikan penelitian biomassa untuk mencari sumber energi alternatif.
"Eceng gondok danau limboto yang kami dipilih, karena jumlahnya sangat berlimpah ruah," kata Yuzda.
Yuzda mengaku, untuk mengurangi jumlah perkembangbiakan gulma tersebut, masyarakat diminta untuk membuat produk berbahan dasar eceng gondok. Kalau tidak, eceng gondok ini akan selalu terus berkembang dalam sehari bisa tumbuh 3 persen.
"Eceng sendiri bisa dijadikan Bioetanol produk turunan alkohol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti gandum, tebu, jagung, singkong, ubi, buah-buahan, hingga limbah sayuran," ungkapnya.
Yuzda menjelaskan eceng gondok mengandung 3,8 persen karbohidrat, 64,51 persen selulosa, dan lignin sebesar 7,69 persen. Komposisi kandungan kimia ini menjadi syarat tumbuhan itu dapat diolah menjadi bioetanol.
Dalam penelitian Yuzda, ada tiga tahapan pengolahan yaitu pengambilan sampel, praperlakuan, dan fermentasi. Tujuannya untuk mengambil senyawa-senyawa dalam eceng gondok yang berpotensi menjadi etanol.
“Saya mengambil sampel eceng gondok dari Danau Limboto, kemudian dihaluskan. Setelah itu, dilakukan pra perlakuan dengan metode hidrolisis, hingga tahapan fermentasi,” ujarnya.
"Jadi jalan satu-satunya membasmi tanaman air yang satu ini dibuat produk yang berguna," ia menandaskan.