timurpost.id - Harga beras di Provinsi Gorontalo kini melambung tinggi. Dari yang sebelumnya Rp600 ribu per koli atau 50 kilogram, kini naik menjadi Rp 700 per koli. Kenaikan beras ini banyak menyulitkan petani hingga pedagang beras.
Informasi yang didapatkan Liputan6.com, kenaikan harga ditanah serambi madinah dipicu oleh kemarau panjang yang melanda. Petani di Gorontalo menaikan harga berasnya karena produksi padi yang mereka hasilkan turun.
Mahmud, salah satu petani padi sawah di Gorontalo mengatakan, kemarau yang berkepanjangan sangat mempengaruhi debit air yang tersedia. Sehingga, kondisi ini dapat menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman, pada akhirnya mengurangi produksi beras.
Kebanyakan dari mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyediakan air irigasi tambahan. Menggunakan teknologi irigasi alternatif selama musim kemarau, biaya tambahan ini dapat tercermin dalam harga beras saat ini.
"Debit air menurun, kami harus membuat irigasi lain seperti menggunakan alkon. Sementara mesin alkon, membutuhkan biaya BBM agar bisa digunakan," kata Mahmud.
Itulah sebabnya kata Mahmud, petani ladang basah ini, terpaksa menaikan harga beras. Penggunaan mesin alkon setiap hari membutuhkan 2-4 liter BBM untuk bisa mengairi 2 hektar sawah miliknya.
"Terpaksa kami naikan harga beras untuk menggantikan biaya BBM yang kami keluarkan. Mereka harus rebutan air demi mengairi sawah," katanya.
"Saat ini, padi yang kami tanam baru berumur 1 bulan dan masih membutuhkan air yang banyak. Kalau tidak, pasti hasilnya sedikit," ujarnya.
Di tempat berbeda, Usman salah satu petani di Kota Gorontalo mengatakan, kondisi kemarau yang melanda Gorontalo juga menyulitkan mereka mendapatkan air. Setiap hari mereka harus antri di pintu air demi sawah mereka teraliri.
"Kami harus bangun pagi, setiap petani secara bergantian membuka pintu air menuju sawah secara bergantian. Hanya ini yang bisa kita lakukan," imbuhnya.
Sementara itu salah satu pedagang beras Yurni Noho membenarkan jika harga beras saat ini sudah Rp700 ribu. Kenaikan itu terjadi sejak pekan lalu.
"Beras naik, sedangkan permintaan banyak. Saya bingung juga harus dijual berapa," kata Yurni.
Jika permintaan beras tetap tinggi atau bahkan meningkat, sementara produksi menurun, maka tekanan pada pasokan dapat mendorong kenaikan harga.
"Ini yang terjadi saat ini di Gorontalo. Pasokan beras lokal Gorontalo kurang membuat harga menjadi tinggi," katanya.
Saat ini, mereka hanya bisa berharap bahwa harga beras bisa turun kembali. Agar, mereka tidak rugi menjualnya meskipun hanya untung sedikit.
"Sebelum beras naik, 1 kilogram beras harganya hanya Rp 12 ribu per kilogram. Tapi dengan harga Rp700 per karung, mereka menjualnya Rp15 per kilogram," ia menandaskan.